...semburat ketulusan dalam balut kesederhanaan...

Don't Judge A Book By Its Cover, Don't Judge A Person By His/Her Style

Don't judge a book by it's cover!! Ungkapan ini sebenarnya berlaku buat semua hal. Bahwa kita nggak boleh menilai sesuatu hanya dari kulit luarnya aja, karena apa yang terkandung di dalamnya belum tentu sama dengan apa yang terlihat dari luar.

Kalau gue menilai pernyataan itu lebih ke arah positif. Maksudnya gini lho, pada kebanyakan kasus, pernyataan ini diartikan kalau yang terkandung di dalamnya pasti nggak jauh beda dengan apa yang terlihat dari luar. Misalnya aja, ada seseorang dengan wajah menyeramkan layaknya seorang pembunuh bayaran kelas kakap, tapi ternyata sifat yang dia punya justru baik banget. Padahal semua orang yang melihatnya sudah berkesimpulan kalau dia itu jahat sesuai dengan yang terlihat. Memang sih kalau semua itu bisa merugikan. Gimana nggak merugikan? Kalau si orang seram itu berniat mau menolong seseorang, tapi malah ditolak uluran tangannya cuma gara-gara orang yang akan ditolong takut melihat wajah dan penampilannya yang menyeramkan. Kan kasihan si orang seramnya yang udah berniat baik malah dicurigai.

Sayangnya di negara kita tercinta ini ungkapan itu masih banyak nggak berlakunya. Kebanyakan masih menilai sesuatu hanya berdasarkan apa yang terlihat di luarnya. Emang, sih kalau mengingat angka tingkat kejahatan di negara ini, khususnya di Jakarta yang sangat tinggi, kita jadi selalu merasa perlu untuk berhati-hati. Mungkin karena alasan itu pula mengapa kebanyakan orang cuma menilai dari luarnya aja, kalau dari luarnya seram berarti dia penjahat, begitu pun sebaliknya. Makanya penipuan juga jadi makin banyak, karena para penjahat yang bermuka 'baik-baik' bisa mengelabui korbannya dengan sangat mudah.

Tapi ada juga beberapa orang yang nggak menerapkan ini saat seleksi calon pegawai di perusahaan/institusi yang dia miliki/pimpin. Misalnya aj, gue pernah tau kalau ada sebuah institusi pendidikan informal (tempat kursus di Citra Gran, Cibubur) yang memilih calon pengajarnya berdasarkan apa yang terlihat. Si pemilik menilai pelamar hanya berdasarkan gaya berpakaian dan dari kampus mana si pelamar berasal. Gue ngerasa kalau si pemilik ini terlalu kolot jalan pikirannya, makanya gue jadi mengeluarkan statement baru : Don't Judge A Person By His/Her Style!!

Ada seorang pelamar dengan latar belakang pendidikan dari universitas swasta bergengsi di kawasan Jakarta Barat. Kampus itu memang terkenal dengan kalangan borjuis-nya. Setelah melewati tahapan tes tertulis, si pelamar melanjutkan dengan interview dengan pemilik. Dan si pemilik tanpa merasa perlu untuk berkenalan dengan pelamar tersebut langsung menyatakan bahwa dia nggak layak untuk bekerja di institusi miliknya. Awalnya si pemilik nggak mau memberitahukan alasannya, tapi setelah didesak akhirnya dia mengatakan : sejak awal saya melihat gaya kamu, cara kamu berpakaian, dan ditunjang dengan latar belakang pendidikan kamu dari universitas T yang terkenal dengan borjuis, saya langsung berkesimpulan kalau profil kamu nggak sesuai dengan tempat ini.

Mau marah nggak, sih?!? Padahal berdasarkan hasil tes tertulis, si pelamar dinyatakan lulus. Apa yang salah dengan celana bahan model lurus warna pink pastel yang dipadukan dengan kemeja pink muda yang lengannya digulung sampai atas siku dan ikat pinggang kecil warna hitam, serta flat shoes warna senada?!? Kayaknya itu setelan normal orang yang melamar kerja, deh! Nggak ada yang terlalu berlebihan, kan? Gaya rambut dan dandanan pun bisa dikatakan biasa, rambut ekor kuda dan make-up natural juga hal yang wajar bagi seorang pelamar kerja, kan?!? Terus apa yang salah dengan gaya si pelamar? Apalagi kalau dilihat dari almamaternya, memang apa yang salah dengan kampus borjuis?!? Apa semua yang lulus dari kampus itu terus anak orang kaya? Apa semua yang lulus dari kampus itu semuanya dianggap nggak akan becus dalam bekerja? Apa semua yang berasal dari kampus itu dinilai nggak bertanggung jawab?

Oke, kalau si pemilik sudah mewawancara si pelamar, mungkin ceritanya akan jadi beda. Mungkin ada sikap si pelamar yang nggak disukainya, atau gaya bicara yang dianggap nggak sopan. Nah, ini..belum masuk tahap perkenalan, si pemilik sudah men-judge si pelamar sejauh itu. Dan parahnya, dia memberikan stempel bahwa semua yang lulus dari universitas swasta sama sekali nggak pantas bekerja di tempatnya, karena dia menilai kalau mereka yang berasal dari universitas swasta itu nggak bertanggung jawab terhadap pekerjaan!!

Gila, kan?!? Betapa hebatnya si pemilik institusi itu bisa menghasilkan penilaian sejauh itu kepada seseorang hanya berdasarkan apa yang terlihat. Dan ternyata si pemilik sama sekali nggak punya latar belakang psikologi!! Dia mampu meremehkan seseorang hanya dari luarnya aja. Dia nggak pernah berpikir kalau mungkin saja orang tersebut ternyata memiliki potensi yang jauh lebih besar ketimbang yang dibayangkannya. Dia berpikir bahwa pengenalan lebih lanjut itu nggak penting, karena dia lebih percaya pada matanya.
Hanya berdasarkan gaya, cara berpakaian, dan almamater seseorang, orang lain bisa memberikan penilaian sejauh itu. Kalau bukan karena dendam pribadi terhadap universitas swasta, si pemilik itu pasti seorang dukun sok tahu yang menyamar jadi pemilik institusi.

Makanya gue mengeluarkan statement yang menurut gue lebih cocok untuk kasus itu : Don't judge a person by his/her style. Gaya seseorang bukan jaminan orang tersebut mempunyai sifat seperti yang terlihat. Contohnya aja seniman, mana ada seniman yang rapih. Mereka cenderung acak-acakan, tapi di balik semua yang terlihat, mereka punya daya kreatifitas yang sangat tinggi yang nggak bisa dimiliki oleh sembarang orang.

Dan menurut gue, selama si pemilik institusi tadi masih berpegang teguh pada pendapatnya, institusinya nggak akan pernah bisa berkembang. Semua keterbatasan tersebut juga dia sendiri yang menciptakannya. Dengan membentengi dirinya dengan pagar baja tinggi yang nggak bisa ditembus oleh siapapun yang berasal dari universitas swasta, yang biasanya justru memiliki pola pikir yang lebih maju.

No comments:

Post a Comment