...semburat ketulusan dalam balut kesederhanaan...

My Fave Novel(s) - 1

Karena semakin banyaknya daftar novel yang saya sukai, maka tidak memungkinkan lagi untuk di-list di sidebar blog ini. Sehingga saya memutuskan untuk menuliskannya dalam bentuk artikel .

And these are my favorite novels (periodic time : since I made this list until I write this article)
. Selanjutnya saya akan membuat review-nya per 10 judul novel.


* Langit Penuh Daya by Dewie Sekar
* Perang Bintang by Dewie Sekar
* Zona @ Last by Dewie Sekar
* Zona @ Tsunami by Dewie Sekar
* Pasangan (Jadi) Jadian by Lusiwulan
* Marriagable by Riri Sardjono
* Perempuan Lain by Kristy Nelwan
* L by Kristy Nelwan
* AVYW by Ika Natassa
* Divortiare by Ika Natassa
* Simple Lie by Nina Ardianti
* Lukisan Hujan by Sitta Karina

NB : akan ada list selanjutnya dalam artikel terpisah.

Sebuah Kritik Pedas

Tanpa sengaja saya membaca review tajam seorang penulis tentang sebuah novel (benar-benar tanpa sengaja, karena awalnya saya memang sedang mengumpulkan informasi tentang penerbit). Entah kenapa, saya nggak setuju dengan kata-kata keras yang dilontarkannya dalam review yang dia buat. Bagi saya, baik buruknya sebuah karya itu relatif. Mungkin si reviewer menganggap karya yang di 'cemooh'nya jelek, bahkan sangat jelek, tapi belum tentu orang lain beranggapan sama.

Yang sangat saya sesali, review pedas itu berasal dari seorang penulis (yang baru menelurkan 1 judul buku). Bukan maksud saya mendiskreditkan penulis baru itu, bahwa penulis baru nggak berhak menulis sebuah review pedas. Tapi masalahnya, buku yang dia hasilkan pun nggak bisa dikategorikan amat sangat bagus. Waktu saya membacanya, saya banyak berdesis sebal karena banyaknya typos, kesalahan nama karakter, dan entah mengapa saya merasa novel yang ditulisnya bisa dibilang mengacu penuh pada novel yang ditulis oleh penulis terdahulu.


Dan karena ulasan yang dibuatnya, saya tergelitik untuk membaca ulang novel yang ditulisnya (padahal saya sudah 'menenggelamkan'nya di antara tumpukan koleksi novel saya, karena saya tidak berminat membacanya ulang), hanya karena saya ingin tahu lebih banyak mengenai sebagus apa novel yang ditulis kritikus ini sampai dia sanggup mengeluarkan kritikan pedas tersebut.


Apa tidak sebaiknya kita bercermin pada diri sendiri sebelum melontarkan kritikan pedas terhadap orang lain?


Satu hal yang saya nggak ngerti, dia menjelek-jelekkan pihak penerbit, tapi...ada
inner circle-nya yang menerbitkan buku lewat penerbit itu. Sebuah fenomena yang aneh, bukan?! Karena bagi saya, sejenius apapun penulis, tetap nggak bisa terlepas kaitannya dengan penerbit. Jadi kalau (memang) benar penerbitnya sejelek yang dia katakan di review, nggak ada gunanya juga kalau penulisnya sangat jenius, sekali pun.
Saya jadi sempat berpikir, apa ada masalah pribadi yang mendorong semua itu terjadi?

Only God knows..

Yang saya sangat sesalkan adalah itu tadi : apa perlu kritik keras seperti itu?! Saya rasa tidak! Karena banyak cara menyampaikan sesuatu dengan lebih baik, tanpa perlu menyinggung si pemilik karya (dengan mengatakan bahwa karyanya tidak layak ada di rak toko buku). Nyatanya buku yang dikritik tetap laris manis di pasaran. Dan penulisnya juga berhasil membuktikan kepada publik bahwa dia tidak seburuk itu.

Tukar Nasib

Hikshiks..
*Terharu Mode : ON*

Abis nonton acara Tukar Nasib di TV (lupa stasiun TV-nya apa) dan saya merasa terharu. Ternyata...masih banyak banget penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan (pra sejahtera). Mereka hidup seadanya (bahkan sangat seadanya), dengan rumah untuk mereka tinggal pun nggak bisa dimasukkin kategori layak huni (kebetulan yang kemarin saya tonton, rumahnya bisa dikatakan jadi satu dengan kandang hewan ternak).

Tapi saya salut pada mereka, dengan semangat hidup yang mereka punya yang mendorong mereka untuk tetap mensyukuri apa yang mereka punya tanpa mengeluh, sehingga sampai hari ini mereka masih sanggup bertahan hidup.

Dan saya sangat setuju dengan
tagline di akhir acara :
...Kaya Miskin Semua Sama di Mata Tuhan...


Hmpfff..!!

ternyata...menunggu apa yang diharapkan itu bikin mules..
:(

The Novel : 'L'

Lagi baca novelnya Kristy Nelwan yang judulnya 'L' for the second time..
Tapi tetep aja nggak ngebosenin..
Tetep aja mengharu biru bacanya..

Tertawalah...

Dan tertawalah selagi kamu bisa...
Walau sesusah apapun keadaanmu...
Aku pun berusaha begitu...
Untuk hilangkan apapun yang mengganggu pikiranku...

My Fave Novel(s)

Ketika gue menyatakan sebuah novel masuk kategori 'My Fave Novel(s)'--seperti yang tertera di blog ini, BIASANYA gue punya beberapa pertimbangan simpel.

Jadi mohon maaf yang sebesar-besarnya kalo klasifikasi yang gue buat ini nggak berkenan. Judul-judul lain yang nggak masuk dalam novel favorit gue bukan berarti jelek, kok...cuma aja mungkin nggak memenuhi semua pertimbangan yang gue tulis di bawah ini. Novel yang lain tetap bagus dengan kapasitasnya masing-masing, cuma gue nggak membacanya berkali-kali seperti judul-judul yang gue list di blog ini.

Pertama, novel itu harus meninggalkan kesan tersendiri setelah gue membacanya.

Kedua, novel itu bisa selesai dibaca dalam hitungan jam (sesibuk apapun aktifitas yang gue punya), dan paling lama menghabiskan waktu tidur gue semalaman.

Ketiga, novel itu ending-nya jelas.. Kalopun ending-nya nggantung, setidaknya harus ada sesuatu yang bisa jadi petunjuk kira-kira gimana akhir ceritanya berdasarkan versi gue.


Keempat, novel itu ditulis dengan gaya bahasa sehari-hari.

Kelima, novel itu punya cerita yang ringan (karena pada dasarnya gue membaca untuk mendapatkan sebuah hiburan, jadi kalo apa yang gue baca harus pake mikir, sama aja boong dan tanpa ditunggu, gue akan langsung menyatakan novel itu jelek!)

Keenam, novel itu punya alur cerita yang jelas... at least, kalo menggunakan alur campuran, kelihatan bedanya pada saat perpindahan alur.

Ketujuh, novel itu harus bisa bikin gue sewot (atau apalah yang penting menandakan suatu reaksi diri).

Dan yang penting : novel itu nggak membosankan dan mampu membuat gue membacanya berulang kali!!!

;)

Tertatih-tatih

*sigh*

Tertatih-tatih berusaha dan bersusah payah mengumpulkan kata-kata, huruf demi huruf untuk menyelesaikan apa yang aku tulis..
Semoga tabungan huruf ini nggak berakhir mengecewakan dan menyakitkan seperti usahaku selama ini untuk hal lain..
Semoga kumpulan kata ini dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan..

*hope so..*
:)

Kecewa (Part 2)

Saking bertubi-tubinya sampe nggak bisa berbuat apapun. Bahkan untuk sekedar menitikkan air mata untuk mengurangi kekecewaan sekalipun...
:(

Kecewa

Beberapa menit yang lalu, gue baru aja ngerasain sebuah kekecewaan (lagi). Dan ternyata emang bener : jangan pernah berharap lebih, kalo gagal sakitnya lebih berasa.
Dan gue nggak tau apa yang harus gue lakuin sekarang? Apa gue harus marah sama kegagalan ini? Kalo emang marah, gue harus marah sama siapa??
Kapan ya segala yang gue mau, semua yang gue impikan, semua yang gue cita-citakan bisa terwujud??
Kayak setiap orang yang gue temui, dengan impian mereka yang terwujud...

Selamat...Selamat....

Welcome back my iPod..setelah sekian lama cuma jadi penghuni tas yang nggak berguna sama sekali, akhirnya hari ini dia kembali setelah gue men-charge batrenya yang selama ini habis dan sama sekali nggak gue perhatiin. Dia terlupakan begitu saja!
Hmmm...akhirnya iPod kecilku kembali lagi. Dan siap menemani gue all the time.. :)
Hehehe..

Hari ini juga gue jadi beli tas rajut pandan yang sekian lama gue idam-idamkan. Dapet harga murah pula, soalnya hari ini adalah hari terakhir pamerannya, makanya dikasih korting. Uuuuhhh....baiknya si penjual itu. Saya doain bang, semoga dagangannya laku keras.
Hehehe...


Dan hari ini juga gue berhasil memaksimalkan kinerja sang modem, karena hari ini gue berhasil memaksa si modem untuk bekerja keras menangkap sinyal HSDPA. Walaupun nggak ngaruh juga, sih..karena ternyata masih tetep lemot juga loadingnya. Yaaah, tapi senggaknya .
better than the GPRS. Hehehe.. (ya iyalah..ngarang banget deh gue!)

And after all, I just wanna say : congratz...selamat...selamat...! ;)

How Stupid I Am...

Hmmm...ceritanya gue baru nemu game baru. Sebenernya sih udah lama, cuma baru nemu aja di Facebook. Dan jadilah gue kecanduan main game itu, mulai pagi, siang, sore, malem, bahkan sampe pagi lagi gue tetep aja mainin game itu. Yup! Udah hampir sebulan ini setiap ada kesempatan, gue pasti main game Who Has The Biggest Brain di Facebook.

Saking penasarannya pengen jadi the number one who has the biggest brain, gue bisa dengan ikhlasnya mantengin layar komputer atau pun laptop seharian penuh. Awalnya sih karena ngerasa asyik banget aja main game itu. Gemes banget rasanya kalo nggak berhasil mecahin 'teka-teki' yang ada. Tapi lama kelamaan malah jadi kecanduan.

Hehehehe...gue jadi addicted gitu sama game ini. Tapi sialnya, walaupun udah dimainin berkali-kali sepanjang hari, tetep aja gue nggak pernah berhasil jadi yang pertama dan mengalahkan pemain lain yang ada di friend list gue (tuh, nggak muluk-muluk kan keinginan gue? Cuma pengen jadi the number one di friend list, bukan juara dunia).

Dan tiba-tiba gue menyadari :
How stupid I am...
...so that I can't be the first one!!


*sigh*
Hiks...
[menarik nafas panjang sambil mewek]
Tapiiii...apa iya gue sebodoh itu?!?
Only God knows.

;) hehehehe...

Mulai Dari Kecil


Mau ikutan menyelamatkan bumi dari kehancuran? Caranya gampang, kok. Mulailah dari hal kecil dan sepele. Buat kamu yang senang belanja (apalagi yang menggunakan tas plastik), baik di supermarket, department store, atau toko buku, coba deh mulai membawa kantong belanja sendiri. Usahakan kantong belanja yang kamu bawa terbuat dari bahan yang ramah lingkungan/mudah terurai, misalnya dengan kantong kertas atau kantong kain.

Cara lain yang bisa ditempuh adalah dengan memanfaatkan kardus bekas yang ada di supermarket. Sekarang udah banyak kok supermarket yang menawarkan untuk menggunakan kardus ketimbang kantong plastik untuk pelanggannya. Sperti yang dilakukan sebuah pusat perkulakan, mereka memang tidak menyediakan kantong plastik bagi pelanggannya. Jadi para pelanggannya dapat membawa barang belanjaannya dengan kardus bekas pakai atau meletakkannya begitu saja di bagasi mobil.

Atau bisa juga pada saat membeli buku di toko buku, minta kepada pelayannya untuk tidak membungkus belanjaan kita dengan kantong plastik. Toh kalau buku yang dibeli sedikit, kita bisa memegangnya. Kalaupun buku yang dibeli seabrek, kita bisa menyiapkan diri dengan membawa tas besar dari rumah yang mampu menampung semuanya.

Saya punya kebiasaan menolak diberi plastik pada saat belanja di toko buku. Awalnya hanya karena malas membuka bungkusan plastik yang distraples tersebut (karena saya pasti akan menarik paksa straplesnya yang mengakibatkan plastik menjadi sobek dan nggak bisa digunakan lagi. Selain itu straples sialan itu juga merusak kuku2 saya.). Tapi lama-lama itu menjadi rutinitas yang menyenangkan, karena saya nggak direpotkan lagi untuk membuka plastik untuk melihat apa yang saya beli. Apalagi saya punya kebiasaan membuka dan melihat buku yang saya beli begitu saya beranjak satu langkah keluar dari toko buku, jadi saya nggak perlu memerintah tangan saya untuk mencari tempat sampah atau melipat plastik tersebut dan memikirkan tempat yang tepat untuk menyimpannya sebelum sampai rumah. Dan lama-lama saya menyadari satu hal, bahwa kemalasan saya ikut mendukung terwujudnya pengurangan penggunaan plastik yang nggak ramah lingkungan.

;)