...semburat ketulusan dalam balut kesederhanaan...

FICTION>> Wanitaku Tercipta Untuknya

Aku berdiri di sudut ruangan, menyibukkan diri dengan memandangi apapun yang bisa ditangkap kedua mataku. Sampai akhirnya mataku menangkap sosoknya. Sosok wanitaku.

Aku terkesiap. Terkejut dengan lonjakan kecil di hatiku. Ah, rasa itu masih ada, bahkan masih terlalu kuat. Dia menghampiriku dengan langkah anggun dan senyum sempurnanya.

“Harnindo?”

Dan aku hanya sanggup mengangguk, sambil berusaha membasahi kerongkonganku yang tiba-tiba terasa kering.

Lalu tanpa diduga, dia mendekatkan pipinya ke pipiku. “Apa kabar?”

Lagi-lagi aku hanya mengangguk.


“Kenapa nggak ke tengah?”

Kali ini aku tersenyum. “Lebih nyaman di sini.”

Dia ikut tersenyum, lalu berdiri di sampingku. Memposisikan diri seolah dia pasanganku. Hatiku berbunga. Lonjakan kecil itu pun berubah menjadi ritme manis yang semakin lama semakin menjadi.

“Nggak mau berbaur dengan yang lain?”

“Aku mau di sini sama kamu.” Lalu dia menyesap minuman dari gelas kristal di tangannya. “Aku kangen kamu…” lanjutnya lirih.

Aku menatap matanya, berusaha mencari kebenaran di sana. Lalu tanganku pun terulur begitu saja, merengkuhnya ke dalam pelukanku. “Aku ingin mengubah segalanya malam ini…menjadikanmu wanitaku yang sesungguhnya. Bukan seperti yang selama ini aku lakukan, menjadikanmu wanitaku hanya dalam hati, tanpa berani mengungkapkannya,” bisikku.

Dia mengangkat wajahnya, menatapku. Tapi aku menemukan gurat lain di mata indahnya, entah apa. “Kenapa baru sekarang?” tanyanya pelan.

“Karena aku nggak pernah punya keberanian. Aku nggak pernah berani berharap untuk bisa mencintai kamu.”

Dia mempererat pelukannya. Jari-jarinya mencengkramku erat. Lalu aku mengecup lembut ujung kepalanya. Aku merasakan kebahagiaan yang tidak biasa. Wanita yang selama ini hanya aku cintai diam-diam, ternyata memiliki rasa yang sama.

Alunan musik klasik mulai terdengar, lampu ruangan pun meredup. Sarat romantisme. Lalu samar-samar telingaku menangkap suara dari pengeras suara, “…malam ini, selain peresmian perusahaan, saya juga akan meresmikan hubungan saya dengan—“

Wanitaku menjauhkan kepalanya dari dadaku. “Terima kasih, Sayang.” Lalu dia melepaskan pelukanku, mengecup bibirku lembut, dan berjalan meninggalkanku.

Belum sempat aku mencegahnya, telingaku menangkap suara tadi menyebutkan sebuah nama. Lalu aku melihatnya berjalan menghampiri seorang laki-laki di atas panggung. Aku tak bisa mengalihkan pandangan. Tatapanku nanar melihatnya masuk ke pelukan lelaki itu.

Dengan hati beku, aku beringsut meninggalkan gedung. Sebuah senyum miris tersungging di bibirku. “Wanitaku tercipta untuknya,” bisikku perih.

No comments:

Post a Comment