...semburat ketulusan dalam balut kesederhanaan...

P.E.R.N.I.K.A.H.A.N


Everybody has his/her own opinion about this. Nggak sedikit juga yang menutup diri buat masalah ini. Tapi banyak juga yang menganggap ini adalah suatu momen sakral dalam hidup (kalo nggak boleh disebut kewajiban) yang harus (atau bahkan segera) dilakukan, gimanapun caranya dan dengan siapapun orangnya.

Banyak juga yang menghindar dengan alasan takut komitmen. Let's say, this is the story about a friend of mine. Si cowok yang berusia lebih muda beberapa tahun dari ceweknya takut banget sama yang namanya komitmen. Buat dia, pernikahan adalah suatu momok besar yang harus dihindari, apalagi di usianya sekarang. Bahkan saking parnonya, dia nggak pernah mau kalo diajak liat2 wedding fair..cara apapun bakal dilakuin buat menghindar biar nggak dateng ke acara itu. Sedangkan si cewek yang udah ditagih sama orang tuanya buat cepet2 nikah (mengingat umurnya yang udah 28..), nguber2 cowoknya buat nikah..alhasil, bukannya kita terima undangan dari mereka, malah denger cerita kalo mereka udah bubaran. Ada yang bilang cowoknya ngerasa dituntut buat ngelakuin apa yang belum mau (atau belum bisa?) dia lakuin. Si cowok punya banyak banget pertimbangan dan hal2 yang harus dipenuhin sebelum dia mutusin buat melangkah ke jenjang itu. Sedangkan si cewek mikirnya, nikah aja dulu dan biarin semuanya berjalan seiring waktu..yang penting semua suara dengungan di sekitar dia bisa berhenti.

And I think I can accept his reason!
Pada kenyataannya sebuah pernikahan emang bukan sebuah hal yang mudah untuk dijalanin. Mungkin akan terlihat mudah saat kita belum/nggak ngejalaninnya. Tapi nyatanya terlalu banyak cerita di balik semua itu. Karena menurut gue, sebuah pernikahan itu akan melibatkan hidup kita dengan beberapa orang baru yang tadinya asing buat kita dengan segala sifat, sikap, dan karakter yang berbeda2 tanpa terlepas dari segala norma yang berlaku dan sopan santun plus etika. Dan ini bukan hal yang mudah, ketika kita harus beradaptasi dengan sebuah lingkungan baru yang di dalamnya berisi berbagai macam karakter dengan keinginan yang beragam..karena ada yang namanya pasangan kita, mertua, ipar, dst di dalam lingkungan baru kita. Dan nggak menutup kemungkinan mereka menuntut kita buat melakukan apa yang sebelumnya nggak pernah terpikir buat kita lakuin atau nggak mau kita lakuin..dan demi segala norma, kesopanan, dan etika yang ada, kita harus tetap "tersenyum", segondok apapun kita.

In other way, nikah itu berarti ikhlas...lapang dada. Ikhlas nerima segala hal yang mungkin terjadi yang nggak sesuai dengan apa yang kita mau/yakini. Ikhlas nerima berbagai macam celaan, gosip internal keluarga, atau bahkan makian yang mungkin ada buat kita. Ikhlas nerima seseorang yang baru buat jadi keluarga kita. Ikhlas membagi apa yang kita punya buat pasangan kita (atau bahkan juga keluarganya, dan sebaliknya). Ikhlas nerima orang baru yang mungkin sebenernya nggak disukain oleh salah satu anggota keluarga kita (tapi demi sebuah pernikahan atau daripada nggak laku2, mending diterima). Ikhlas menerima hal yang sebenernya kita nggak setuju. Dan sejuta keikhlasan lain yang tetap harus terjaga demi kelanggengan pernikahan. Dan sebuah keikhlasan itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan!!

Pernikahan itu ibarat lotre. Kita nggak pernah bisa menduga apa yang bakalan dateng ke kita. Kita nggak tau kayak apa sebenernya orang yang nikah sama kita. Kita nggak tau sebaik apa pasangan kita. Kita nggak tau sampai kapan kita bisa mempertahankan pernikahan kita. Kita nggak tau apa pasangan kita setia atau nggak. Kita nggak akan tau nasib apa yang ada di kehidupan pernikahan kita. Yang kita tahu kebanyakan dari kita menikah dengan orang yang baik (atau terlihat baik) pada saat kita mengenalnya sebelum menikah. Itupun nggak menutup kemungkinan kalau keadaan akan berbalik setelahnya.
Sepupu gue nikah sama teman deketnya (yang harusnya dia udah kenal banget karakternya), tapi nyatanya dia tetap kesiksa. Segala hal harus dilakukan bareng suaminya. Mau pergi sama temennya nggak boleh, bakan mau pergi sama sodaranya pun nggak boleh. Sekali pun boleh, ada harga mahal yang harus dibayar..ada konsekuensinya. Bakalan dimarahin, dicemberutin, atau bahkan didiemin (nggak diajak ngomong) sampe berhari2.
Soooo childish!! Padahal kunci kelanggengan pernikahan kan salah satunya komunikasi yang baik. Lagian, bukannya dalam sebuah pernikahan itu dibutuhkan sebanyak2nya kedewasaan?? Siapa yang harusnya bertanggung jawab buat semua itu?? Tetep, semua balik ke orang2 yang terhubung dalam sebuah benang bernama PERNIKAHAN..pasangan itu sendiri yang harus bisa bersikap!! Nggak ada yang namanya menang-kalah, kuat-lemah, dst. dalam sebuah pernikahan yang sehat. Semua yang terlibat disitu adalah sama dan sejajar. Segalanya HARUS dilakukan atas dasar KEIKHLASAN!

No comments:

Post a Comment